WARTA KOTA, KUNINGAN – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly kesal karena disebut mengobral remisi, khususnya kepada terpidana korupsi.
Menurut Yasonna, remisi kepada terpidana korupsi diberikan jika dia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator (JC).
“Siapa yang diobral? Nazaruddin kan dikasih JC,” kata Yasonna di kantornya, Jakarta, Sabtu (19/8/2017).
Baca: Ketua KPK: Semestinya Koruptor Enggak Usah Dikasih Remisi
Yasonna tidak sepakat dengan pendapat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mengatakan remisi cukup diberi sekali. Kata Yasonna, undang-undang tidak mensyaratkan demikian. Apalagi, Nazaruddin tidak hanya sekali mendapat status JC.
“Kok sekali aja? Kan undang-undangnya begitu. Undang-undang itu kan (syarat dapat remisi) berkelakuan baik. Dia juga JC bukan sekali dua kali, gimana sih? kita lihat dong,” ujarnya.
Yasonna mengatakan, kondisi Nazaruddin berbeda dibandingkan dengan Gayus Tambunan, karena dia kena PP 28 Tahun 2006, sehingga tidak harus jadi JC. Politikus PDI Perjuangan itu mengungkapkan, Amerika Serikat saja memberikan remisi. Penjahat di Amerika akan dikurangi hukumannya asal mengakui perbuatannya.
Baca: Nazaruddin Selalu Dapat Jatah Remisi
Yasonna mengingatkan agar semua pihak bisa saling menghargai. Apalagi, Yasonna tidak buta terhadap remisi kepada narapidana, karena itu adalah bidang doktoral dia.
“Saya S3 itu. Biasakan kita hargai orang lain. Jangan dari perspektif kita saja, perspektif holistik harus dilihat,” cetus bekas anggota DPRD Sumatera Utara dan DPR itu.
Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi untuk naripidana korupsi sebanyak 400 orang. Selain koruptor, 35 orang narapidana kasus terorisme dan 14.661 orang narapidana kasus narkotika juga turut diberikan remisi.
Baca: Masayu Clara Ingin Naik Haji tapi Tak Mau Kesulitan Berkomunikasi
Dua terpidana korupsi yang mendapatkan remisi adalah bekas pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Gayus Tambunan dan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief berpendapat agar remisi tidak diobral.
“Kami berharap kepada Kementerian Hukum dan HAM, ya remisi itu jangan diobral. Terutama untuk tindak pidana serius. Misalnya, tindak pidana terorisme, korupsi, narkoba,” ucap Laode. (*)