WARTA KOTA, JAKARTA- Kejaksaan Agung dan Negeri Tangerang didesak segera menahan tersangka pelaku pidana pemalsuan yakni Suryadi Wongso alias Ng Eng Kuang dan Yusuf Ngadiman alias Ng Bak An.
Keduanya diduga melakukan tindak pidana memasukan keterangan Palsu ke dalam akta Autentik, atau dijerat Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP terhadap korban Adipurna Sukarti (65), pengusaha onderdil kendaraan asal Pontianak, Kalimantan Barat.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, Jumat (4/8/2017) kepada wartawan mengatakan, pihaknya mendesak kepada Kejagung dan Kepala Kejari Tangerang untuk menahan kedua tersangka lantaran dilihat dari Pasal ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.
“Informasi kami terima dari korban, tersangka belum ditahan, padahal unsur pidanannya kuat, sehingga harus professional. Jika tidak ditahan ini bisa menimbulkan tanda tanya,” ucap Boy.
Kasus ini dilaporkan pada 2016 lalu dan tercatat dengan nomor TBL/209/III/2016/Bareskrim Mabes Polri. Kuasa Hukum korban, M. Soleh, menyayangkan tersangka kasus dugaan pemalsuan akta otentik ini belum ditahan padahal sudah tahap dua atau pelimpahan.
“Klien saya menyesalkan bahwa tersangka belum ditahan padahal sudah jelas Pasal 266 KUHP ancaman maksimal hukuman 7 tahun penjara atau diatas lima tahun ditahan. Ada apa ini?,” tanya M. Soleh di Jakarta.
Soleh menjelaskan, kasus ini bermula ketika kliennya bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso, Salim Wongso dengan menyertakan modal senilai Rp 8,15 miliar pada 1999. Modal tersebut digunakan untuk membeli lahan tanah seluas 45 hektar di Desa Salembaran Jati Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten.
Sukarti kemudian dijadikan pemegang saham pada PT Salembaran Jati Mulya dengan mendapatkan saham sebesar 30 persen sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang. “Kepemilikan saham klien saya tercantum pada Akta Notaris Elza Gazali Nomor 11 tertanggal 8 Februari 1999. Namun selama kerjasama berjalan Adipurna tidak pernah pembagian keuntungan,” ujar Soleh.
Sukarti juga tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal dunia mewariskan sahamnya kepada putranya Suryadi Wongso pada 2001. Pada 2008, Adipurna menerima informasi Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya.
Pengusaha asal Pontianak itu pun sempat mengancam akan melaporkan ke polisi, namun Ngadiman dan Suryadi berjanji akan mengembalikan modal, serta memberikan keuntungan selama terjalin kerja sama.
Kedua tersangka itu juga menandatangani surat pernyataan untuk mengembalikan modal dan membagi keuntungan, namun tidak pernah ditepati. Akhirnya Sukarti melaporkan Ngadiman dan Suryadi ke Mabes Polri.