Ketika anggota keluarga atau orang terdekat Anda divonis dengan penyakit kronis, Anda tentu ingin mendampingi dan mendukungnya melalui masa-masa kritis. Namun, bagaimana kalau dokter menyatakan bahwa penyakitnya sudah terlalu serius dan tidak bisa disembuhkan lagi dengan pengobatan yang tersedia saat ini?
Anda mungkin diliputi kebimbangan. Perlukah menyampaikan pada orang terkasih soal kenyataan tersebut? Atau Anda harus menutupinya agar orang terkasih tetap optimis akan peluang kesembuhannya? Berikut pertimbangannya.
Menghadapi diagnosis dokter
Ketika dokter memvonis bahwa harapan hidup orang terkasih Anda sangat tipis, wajar bila Anda merasa tidak terima, marah, kalut, atau sangat berduka. Akan tetapi, ingatlah bahwa saat ini Anda harus fokus pada perawatan terbaik bagi orang terkasih.
Maka, sebaiknya cari pendapat dokter lain (second opinion). Hal ini guna memastikan bahwa sudah tak ada lagi pengobatan yang bisa dicoba. Kalau memang menurut para dokter sudah tidak ada cara, berarti Anda sebaiknya mulai mengutamakan perawatan paliatif bagi pasien.
Pentingnya membicarakan kematian dengan orang terkasih
Di dalam masyarakat, bicara soal kematian dianggap sebagai hal yang tabu dan sebisa mungkin harus dihindari. Keyakinan tersebut mungkin sah-sah saja bila Anda dan keluarga berada dalam kondisi ideal, yaitu sehat jasmani serta rohani.
Namun, bagi pasien dan keluarga yang berada dalam kondisi kritis, membicarakan kematian bisa jadi sangat membantu meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasalnya, dengan menerima kenyataan dan bersikap terbuka dengan orang terkasih, Anda dan keluarga bisa mendampinginya dalam mengambil keputusan medis terbaik.
Masalahnya kalau pasien masih memaksakan diri menjalani proses medis yang melelahkan dan menyakitkan, bisa jadi ia malah kehilangan waktunya yang sangat berharga. Misalnya pasien masih menjalani kemoterapi atau cuci darah, padahal sebenarnya tubuh pasien sudah tidak merespon tindakan tersebut.
Tindakan medis tadi malah membuat pasien jadi makin lemah dan kesakitan. Sedangkan kalau orang terkasih Anda tahu hasil diagnosis dokter, mungkin pasien cenderung memilih perawatan paliatif yang mengutamakan kenyamanan dan kualitas hidupnya.
Di samping itu, mengetahui kenyataan dapat memberikan kesempatan bagi pasien untuk benar-benar memaksimalkan waktu yang masih dimiliki dengan orang-orang atau kegiatan yang paling berarti baginya. Ketika seseorang tahu kematiannya sudah dekat, umumnya mereka merasa perlu melakukan beberapa hal sebelum mereka meninggal. Misalnya meminta maaf pada seseorang, memaafkan seseorang, menyampaikan rasa cinta pada seseorang atau keluarga, berterima kasih pada orang-orang tertentu, dan mengucapkan selamat tinggal.
Selain itu, mereka juga memiliki waktu untuk mempersiapkan seperti dimana mereka ingin menghabiskan detik-detik terakhir–apakah di rumah sakit atau di rumah bersama keluarga, seperti apa pemakaman yang mereka inginkan, atau mengatur warisan. Semua ini untuk mencapai kematian yang damai dan bermartabat.
Pada akhirnya, keputusan untuk membicarakan kematian dengan orang terkasih yang sakit keras ada di tangan Anda sendiri. Perhatikan baik-baik sikap pasien sendiri. Dari situ, Anda bisa menentukan mau memberi tahu sejauh apa hasil diagnosis yang ditegakkan para dokter.
Membicarakan kematian beda dengan memutus harapan
Anda mungkin takut membicarakan kematian dengan orang terkasih karena tidak mau menakut-nakuti atau membuatnya putus asa. Anda khawatir ia malah kehilangan semangat berjuang dan tambah sakit. Padahal, membicarakan kematian itu tak sama dengan memutus harapan hidup seseorang. Anda pun jadi serba salah.
Memutus harapan berarti menyerah. Sedangkan Anda dan orang terkasih bukan menyerah, melainkan mengatur prioritas. Mana yang lebih penting bagi Anda dan orang terkasih saat ini: kesembuhan yang peluangnya sangat kecil atau memberi kesempatan bagi orang terkasih untuk menikmati saat-saat berharga menjelang ajalnya? Apa pun pilihannya, Anda akan tetap mendampinginya berjuang untuk hidup yang lebih bermakna.
Lagipula, tak semua orang langsung putus asa ketika tahu bahwa sudah tak ada lagi pengobatan yang bisa membantu melawan penyakitnya. Hanya keluarga dan orang terdekatlah yang bisa menilai seberapa kuat jiwa pasien dalam menerima kenyataan yang pahit.
Namun jika orang terkasih Anda benar-benar menolak untuk membicarakan kematian atau bahkan mendengar diagnosis dari dokter, tak perlu dipaksakan.
Apakah pasien tahu bahwa ajalnya sudah mendekat?
Ketika menghadapi penyakit kronis, orang terkasih Anda mungkin sudah punya firasat bahwa saatnya akan tiba. Firasat tersebut muncul secara otomatis, seperti naluri seorang ibu hamil yang akan segera bersalin. Namun, beberapa orang berusaha untuk mengabaikan, menyangkal, atau menutupi munculnya firasat tersebut.
Anda harus peka terhadap firasat ini. Misalnya kalau orang terkasih tiba-tiba mengutarakan keinginan untuk pergi ke tempat yang jauh atau ingin bertemu dengan orang-orang tercinta untuk berpamitan.
Bila orang terkasih Anda membahas hal-hal tersebut, jangan malah disangkal dengan bilang misalnya, “Kamu tidak akan pergi ke mana-mana.” Artinya Anda justru mencampakkan perasaan dan kekhawatirannya akan kematian.
Sebaliknya, tunjukkan kasih sayang dan kepedulian Anda dengan bertanya seperti, “Kenapa kamu bilang begitu? Apa yang kamu rasakan sekarang?”. Dengarkan baik-baik curahan hatinya, meskipun sekarang Anda tidak begitu paham apa maksudnya.
Tanpa disadari, orang yang sudah mendekati ajal sering kali justru ingin membicarakan kematiannya, tapi takut membuat orang-orang di sekitarnya bersedih. Jadi, jangan takut untuk mendiskusikan hasil diagnosis dokter hingga membicarakan kematian dengan pasien penyakit kronis.
Baca Juga: